Setiap kali memperingati Hari Buruh pada 1 Mei, ribuan bahkan jutaan Pekerja di seluruh Dunia tumpah ruah di jalan-jalan untuk menyampaikan Unek- uneknya (aspirasinya) dan yang selalu menjadi perjuangan kaum Buruh (Pekerja) tiada lain adalah peningkatan Upah. Para Buruh seolah-olah tidak bosan-bosannya meminta Pemerintah untuk memberlakukan upah yang adil dan layak bagi mereka. Layak dalam pandangan 'Urf tentunya.
Berbicara Upah, tentunya semua kita tahu bahwa upah merupakan sumber penghasilan Si Pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Upah menurut pengertian Barat terkait dengan pemberian imbalan kepada pekerja tidak tetap atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Sedangkan gaji menurut pengertian Barat terkait dengan imbalan uang (finansial) yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan sebulan sekali. Sehingga dalam pengertian Barat, perbedaan gaji dan upah itu terletak pada jenis karyawannya (Tetap atau tidak tetap) dan sistem pembayarannya (bulanan atau tidak).
Dalam hal perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep Barat, Islam menggariskan upah dan gaji lebih komprehensif dari pada Barat.
Allah menegaskan tentang imbalan ini dalam Al-Qur’an :Artinya :
Dalam menafsirkan At-Taubah ayat 105 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikutnya :
“Bekerjalah kamu demi karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu,keluargamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu”.Kemudian dalam surat An-Nahl: 97 Allah berfirman yang artinya ;
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman. Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS, An-Nahl : 97).
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan gender dalam menerima upah / balasan dari Allah. Tidak ada diskriminasi Upah dalam Islam, jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Hal yang menarik dari ayat ini adalah balasan dari Allah langsung di dunia (kehidupan yang baik/rezeki yang halal) dan balasan di akhirat (dalam bentuk Pahala). Dalam arti kata, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau dunia) tetapi menembus batas kehidupan yakni berdimensi Akhirat yang disebut dengan Pahala.
Disisi lain, Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَعْطُوْ اْلاَجِيْرَ اَجْرَهُ قَبْلَ اَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ (رواه ابن ماجه)
Artinya : “Nabi Muhammad SAW bersabda “ berikan upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya”.(H.R. Ibnu Majah).
Rasulullah menganjurkan untuk membayar upah para pekerja ketika dia telah selesai mengerjakan tugasnya. Ketentuan ini untuk menghilangkan keraguan atau kekhawatiran karyawan bahwa upah mereka akan dibayarkan atau akan mengalami keterlambatan tanpa adanya alasan yang jelas.
Para karyawan telah memberikan segala kemampuan kerjanya pada perusahaan maka sewajarnya menghargai jerih payah karyawan itu dengan cara memberi balas jasa yang setimpal kepada mereka.
Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan bahwa sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan, karena Umat Islam terikat dalam syarat-syarat antara mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Namun, jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang benar atau sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal itu di perhitungkan atasnya (di potong upahnya), karena setiap hak di barengi dengan kewajiban. Selama ia mendapatkan upah secara penuh, maka kewajibannya juga harus dipenuhi.
Umat Islam diberikan kebebasan untuk menentukan waktu pembayaran upah sesuai kesepakatan antara karyawan dengan perusahaan, atau sesuai dengan kondisi. Upah dibayar seminggu sekali, sebulan sekali, dua bulan sekali, atau tiga bulan sekali, tergantung dengan kondisi keuangan perusahaan. Namun pada umumnya upah dibayarkan selama sebulan sekali.
Pembayaran upah pada dasarnya diberikan seketika juga, sebagaimana jual beli yang pembayarannya waktu itu juga, tetapi sewaktu ada perjanjian boleh di adakan dengan mendahulukan upah atau mengakhirkannya sesuai dengan perjanjian, tetapi mana kala tidak ada perjanjian harus segera diberikan setelah pekerjaannya selesai.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ سَعِيْدِبْنِ أَبِى سَعِيْدٍ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ اللهُ تَعَالَى : ثَلاَثَةٌ اَنَاخَصْمُهُمْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ , رَجُلٌ اَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ, وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ, وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلمَ ْيُعْطِهِ اَجْرَهُ
Dari Sa’id bin Abi Sa’id, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Allah SWT berfirman, ”Tiga golongan yang Aku menjadi lawan (musuh) mereka pada hari kiamat, yaitu: orang yang memberi karena Aku (bersumpah dengan nama-Ku) kemudian ia melanggarnya, orang yang menjual orang merdeka (bukan budak) lalu memakan uangnya, dan orang yang menyewa pekerja lalu ia menunaikan kewajibannya tetapi tidak memberikan (membayar) upahnya. (H.R. Bukhari).
Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai perbuatan zalim dan orang yang tidak membayar upah para pekerjaannya termasuk orang yang di musuhi oleh Nabi Muhammad SAW pada hari kiamat.
Semoga kita semua tidak termasuk kepada golongan orang orang yang dimusuhi oleh Nabi Muhammad Saw pada hari kiamat kelak. ` AMIIN ! # ZBASemoga Bermanfaat !
__________________
54491-159-3955554DECB3756B9CCB5220E6C4A589
Tidak ada komentar:
Posting Komentar